Se-iring bergeraknya zaman peradaban manusiapun ikut bergerak. Salah satu dampak yang bisa kita rasakan adalah semakin majunya teknologi, dari yang konvensianal berubah menjadi modern. Diantara ke modern-an itu adalah munculnya salah satu teknologi yang memudahkan setiap umat muslim meng-akses Al Quran dimanapun tanpa harus membawa mushaf, hanya dengan sentuhan jari saja kita bisa meng-akses Al Quran. Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini? Berikut penjelasannya:
- Apakah diperbolehkan?
Asy-Syaikh Muhammad Ali Firkous hafizhahullah, salah seorang ulama Aljazair, menjelaskannya ketika menjawab pertanyaan berikut ini.
Smartphone (telefon pintar) telah tersebar di masyarakat muslim dan mengandung beberapa aplikasi islami, seperti mushaf elektronik secara lengkap. Apabila seseorang membuka mushaf dari smartphonenya, dia layaknya membuka mushaf kertas. Apakah orang yang membacanya mendapat pahala seperti yang membaca mushaf kertas? Apakah boleh membawanya ke WC (toilet), dan apakah boleh bagi orang yang berhadats menyentuhnya?
Bisa jadi, definisi mushaf masa kini ialah semua sarana yang mencakup Al-Qur’anul Karim dengan urutan ayat dan surat yang sesuai dengan tulisan Al-Qur’an yang telah disepakati oleh umat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Tampak dari definisi di atas bahwa mushaf mencakup semua macam mushaf, sama saja baik itu mushaf kertas model terdahulu yang terdiri dari kertas dan huruf yang mencakup Al-Qur’an di antara dua sampul yang menjaganya, maupun mushaf elektronik yang tersimpan dalam kartu elektronik maupun kepingan CD. Demikian pula ekstrusi yang digunakan dengan jarum braille pada kertas khusus bagi tuna netra.
Karena mushaf elektronik memiliki beberapa sifat yang berbeda dengan mushaf kertas dalam hal susunan dan hurufnya, tidak berlaku padanya hukum mushaf kertas kecuali setelah perangkat elektronik dihidupkan dan menampilkan ayat Al-Qur’an yang tersimpan pada memori mushaf elektronik.
Apabila mushaf elektronik tampil dengan modelnya yang dapat dibaca, orang yang membacanya mendapatkan pahala seperti membaca mushaf kertas, sebagaimana yang disebutkan hadits Ibnu Mas’ud yang sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَ مَالٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barang
siapa membaca satu huruf dari Kitabullah, dengan itu dia mendapatkan
satu kebaikan. Kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali
lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf. Akan
tetapi, alif itu satu huruf, huruf lam satu huruf, dan mim satu
huruf.” (HR.
at-Tirmidzi no. 2910)
Demikian pula hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu
‘anhu,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُحِبَّ اللهَ وَرَسُولَهُ فَلْيَقْرَأْ فِي الْمُصْحَفِ
“Barang
siapa suka untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, hendaknya dia membaca
dari mushaf.”
Selain itu, banyak hadits sahih yang menunjukkan keutamaan membaca Al- Qur’an dan memperbanyaknya.
Perangkat tersebut memiliki hukum sama dengan mushaf kertas dari sisi tidak boleh dibawa masuk ke dalam wc (toilet) tanpa ada kebutuhan atau keperluan darurat. Hal itu dilarang selama perangkat tersebut hidup dan menampilkan ayat Al-Qur’an.
Termasuk hal yang dilarang pula ialah menempelkan, meletakkan, atau mengotori mushaf dengan benda najis. Hal itu karena kehormatan al-Qur’an yang ada padanya dengan aktifnya perangkat tersebut dan tampilnya ayat dan surat Al-Qur’an.
Hanya saja larangan di atas tidak berlaku saat apllikasi tidak aktif dan saat ayat tidak tampak dengan hilangnya tampilan huruf tersebut pada layar. Dalam kondisi tidak aktif dan mushaf tidak tampak padanya, tidaklah diperlakukan seperti mushaf kertas.
Dari sisi lain, orang yang berhadats kecil maupun besar diperbolehkan menyentuh bagian tertentu ponsel atau perangkat elektronik lain yang terdapat aplikasi mushaf, baik saat mati atau hidup. Sebab, huruf dalam mushaf elektronik yang tampak pada layar tidak lain adalah getaran elektronik yang diolah dan ditata serta tidak bisa tampak dan memantul pada layar kecuali dengan program elektronik. Atas dasar itu, menyentuh layar tidak dianggap menyentuh mushaf elektronik secara hakiki. Tidak tergambar penyentuhan secara langsung berdasarkan keterangan yang lalu.
Berbeda halnya dengan mushaf kertas, menyentuh kertas dan hurufnya tergolong penyentuhan secara langsung dan hakiki. Oleh karena itu, orang yang menyentuh mushaf elektronik tidak diperintah untuk berwudhu terlebih kecuali dalam rangka hati-hati.
Ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Akhir ucapan kami, alhamdulillahi Rabbil alamin. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan shalawat-Nya kepada Nabi- Nya, keluarganya, para sahabatnya sampai hari kiamat; serta memberikan salam- Nya kepadanya. -selesai jawaban asy-Syaikh Muhammad Ali Firkous-
Sebagian ulama yang lain, di antaranya asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi, sebagaimana dinukilkan oleh asy-Syaikh Abdullah al-Bukhari, tidak membolehkannya. Inti alasannya, demi menghormati al-Qur’an supaya tidak terhinakan karena perangkat elektronik terkadang diletakkan di sembarang tempat.
Atas dasar itu, kami sarankan bagi yang memasang aplikasi al-Qur’an elektronik agar berusaha selalu menjaga kehormatan Hp tersebut. [1]
Selain itu, banyak hadits sahih yang menunjukkan keutamaan membaca Al- Qur’an dan memperbanyaknya.
Perangkat tersebut memiliki hukum sama dengan mushaf kertas dari sisi tidak boleh dibawa masuk ke dalam wc (toilet) tanpa ada kebutuhan atau keperluan darurat. Hal itu dilarang selama perangkat tersebut hidup dan menampilkan ayat Al-Qur’an.
Termasuk hal yang dilarang pula ialah menempelkan, meletakkan, atau mengotori mushaf dengan benda najis. Hal itu karena kehormatan al-Qur’an yang ada padanya dengan aktifnya perangkat tersebut dan tampilnya ayat dan surat Al-Qur’an.
Hanya saja larangan di atas tidak berlaku saat apllikasi tidak aktif dan saat ayat tidak tampak dengan hilangnya tampilan huruf tersebut pada layar. Dalam kondisi tidak aktif dan mushaf tidak tampak padanya, tidaklah diperlakukan seperti mushaf kertas.
Dari sisi lain, orang yang berhadats kecil maupun besar diperbolehkan menyentuh bagian tertentu ponsel atau perangkat elektronik lain yang terdapat aplikasi mushaf, baik saat mati atau hidup. Sebab, huruf dalam mushaf elektronik yang tampak pada layar tidak lain adalah getaran elektronik yang diolah dan ditata serta tidak bisa tampak dan memantul pada layar kecuali dengan program elektronik. Atas dasar itu, menyentuh layar tidak dianggap menyentuh mushaf elektronik secara hakiki. Tidak tergambar penyentuhan secara langsung berdasarkan keterangan yang lalu.
Berbeda halnya dengan mushaf kertas, menyentuh kertas dan hurufnya tergolong penyentuhan secara langsung dan hakiki. Oleh karena itu, orang yang menyentuh mushaf elektronik tidak diperintah untuk berwudhu terlebih kecuali dalam rangka hati-hati.
Ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Akhir ucapan kami, alhamdulillahi Rabbil alamin. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan shalawat-Nya kepada Nabi- Nya, keluarganya, para sahabatnya sampai hari kiamat; serta memberikan salam- Nya kepadanya. -selesai jawaban asy-Syaikh Muhammad Ali Firkous-
Sebagian ulama yang lain, di antaranya asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi, sebagaimana dinukilkan oleh asy-Syaikh Abdullah al-Bukhari, tidak membolehkannya. Inti alasannya, demi menghormati al-Qur’an supaya tidak terhinakan karena perangkat elektronik terkadang diletakkan di sembarang tempat.
Atas dasar itu, kami sarankan bagi yang memasang aplikasi al-Qur’an elektronik agar berusaha selalu menjaga kehormatan Hp tersebut. [1]
- Bolehkah membaca Al Quran digital tanpa berwudu?
(Syaikh Al-Allamah Abdul aziz Alu Asy-Syaikh hafizhahullah) [2]
- Bagaimana dengan mendengarkan murotal Al Quran?
(الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ
الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ
اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ)
“Orang-orang yg mendengarkan perkataan kemudian mereka mengikuti yang terbaiknya, mereka itulah orang² yg telah Alloh beri petunjuk, dan mereka itulah orang² yang memiliki akal”. [Qs. Az-zumar: 18] [3]
- Bagaimana jika mendengarkan murotal Al Quran sampai tertidur?
1. Orang yg mendengarkannya sambil mentadaburinya. Ini adalah sebaik-baik keadaan.
2. Orang yg mendengarkannya untuk menjaga hafalannya. Ini pun keadaan yang baik.
3. Orang yang mendengarkannya namun hatinya lalai dari dzikir kepada Nya. Ini adalah seburuk-buruk keadaan.
Kelompok 1 dan 2 merupakan kelompok yang mendapatkan pujian berdasarkan firman Alloh ta’ala:
(الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ)
“Orang-orang
yang mengingat Alloh sambil berdiri, duduk dan berbaring serta
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: wahai
Robb kami, tidak lah ada pada penciptaan Engkau ini yang sia-sia, maka
lindungi kami dari api neraka”. [Qs. Ali Imron: 191]
Sedangkan kelompok ke-3 adalah kelompok yg tercela berdasarkan firmanNya:
(مَثَلُ الَّذِينَ
حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ
يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ)
“Permisalan
orang-orang yg dipikulkan kepadanya kitab taurot kemudian
mereka tidak memikulnya adalah seperti seekor keledai yg memikul
lembaran-lembaran. Sungguh buruk permisalan orang-orang yg mendustakan
ayat-ayat Alloh, dan Alloh tiada memberi hidayah kepada orang-orang yg
zalim”. [Qs. Al-jumu’ah: 5]
Kesimpulan: mendengarkan tilawah Al Quran adalah boleh dengan posisi yang telah disebut di atas, namun hendaknya jangan lalai dari memperhatikan kandungan dan maknanya, dan jika kita telah merasa kantuk saat mendengarnya maka hendaknya dia matikan suara tilawah tersebut sehingga kita tidak mencampakkannya atau lalai darinya.
(Al Ustadz Muhammad Sholehudin Hafizhahullah) [3]
Kesimpulan: mendengarkan tilawah Al Quran adalah boleh dengan posisi yang telah disebut di atas, namun hendaknya jangan lalai dari memperhatikan kandungan dan maknanya, dan jika kita telah merasa kantuk saat mendengarnya maka hendaknya dia matikan suara tilawah tersebut sehingga kita tidak mencampakkannya atau lalai darinya.
(Al Ustadz Muhammad Sholehudin Hafizhahullah) [3]
- Bagaima hukum memutar Murotal tanpa didengarkan?
Adapun jika majelis tersebut bukan majelis ilmu dan dzikir serta bukan majelis tilawah Al-Qur’an akan tetapi hanya kumpul-kumpul biasa untuk mengobrol, diskusi, bekerja, belajar ataupun pekrjaan lain-lain, maka dalam suasana seperti ini tidak boleh kita mengeraskan bacaan Al-Qur’an baik secara langsung ataupun lewat pengeras suara (kaset), sebab hal ini berarti memaksa orang lain untuk ikut mendengarkan AL-Qur’an, padahal mereka sedang mempunyai kesibukan lain dan tidak siap untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Jadi dalam keadaan seperti ini yang salah dan berdosa adalah orang yang memperdengarkan kaset murattal tersebut.
Di dalam masalah ini ada sebuah contoh : Misalnya kita sedang melewati sebuah jalan, yang di jalan tersebut terdengar suara murattal yang keras yang berasal dari sebuah toko kaset. Begitu kerasnya murattal ini sehingga suaranya memenuhi jalanan.
Apakah dalam keadaan seperti ini kita wajib diam untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang tidak pada tempatnya itu ? Jawabannya tentu saja “tidak”. Dan kita tidak bersalah ketika kita tidak mampu untuk menyimaknya.
Yang bersalah dalam hal ini adalah yang memaksa orang lain untuk mendengarkannya dengan cara memutar keras-keras kaset murattal tersebut dengan tujuan untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat agar mereka tertarik untuk membeli dagangannya.
Yang bersalah dalam hal ini adalah yang memaksa orang lain untuk mendengarkannya dengan cara memutar keras-keras kaset murattal tersebut dengan tujuan untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat agar mereka tertarik untuk membeli dagangannya.
Dengan demikian mereka telah menjadikan Al-Qur’an ini seperti seruling (nyanyian) sebagaimana telah di-nubuwah-kan (diramalkan) dalam sebuah hadits shahih [*]. Kemudian mereka itu juga menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang rendah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, hanya caranya saja yang berbeda.
“Mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” (QS. At-Taubah : 9).
“Mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” (QS. At-Taubah : 9).
[*] Ash-Shahihah No. 979
(Dinukil dari : Kaifa yajibu ‘alaina annufasirral qur’anil karim, edisi bahasa Indonesia: Tanya Jawab dalam Memahami Isi Al-Qur’an, Syaikh Al-Albani) [4]
- Bolehkah menggunakan Al Quran sebagai nada dering?
لا يجوز استعمال الأذكار ولا سيما القرآن الكريم في
الجوالات بدلاً عن المنبِّه الذي يتحرّك عند المكالمة ، فيضع منبّهًا ليس
فيه نغمة موسيقى ، وإنما هو منبِّه عادي ، كمنبِّه الساعة مثلاً ، أو
الجرس الخفيف ، وأما وضع الأذكار والقرآن والأذان محلّ ذلك ، فهذا مِن
التنطّع ، ومِن الاستهانة بالقرآن وبهذه الأذكار
“Tidak boleh menggunakan
dzikir-dzikir, khususnya Al-Quran Al-Karim di dalam handphone sebagai
ganti dari nada dering yang muncul ketika ada yang mau berbicara.
Hendaknya memasang nada dering biasa, yang tidak ada musiknya, seperti
nada dering jam, atau suara lonceng yang ringan. Adapun menggunakan
dzikir , Al-Quran, dan adzan maka ini termasuk berlebih-lebihan dan
termasuk penghinaan terhadap Al-Quran dan dzikir-dzikir tersebut.(Fatwa beliau bisa di dengar disini: http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/sounds/00057-03.ra) [5]
- Lebih utama membaca Al Quran dengan mushaf atau digital?
(Al-Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah) [6]
Wallahu A'lam,
Sumber dan Referensi :
- [1] Asy-Syariah.com - Aplikasi Mushaf pada Ponsel Pintar
- [2] ForumSalafy.net - Hukum membaca Al Quran dari Hp tanpa Berwudhu
- [3] ForumSalafy.net - Mendengar Murotal Al Quran hingga tertidur
- [4] Salafi.or.id - Hukum memutar kaset bacaan Al Quran tanpa disimak
- [5] http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/sounds/00057-03.ra
- [6] ForumSalafy.net - Mana yang utama membaca Al Quran dari Hp atau Mushaf
Komentar
Posting Komentar